Enam tahun lalu saya tulis cerita ini, hanya saja beberapa hari yang
lalu seorang berkata "cerita yang dulu kau tulis kini kau alami
sendiri" . Ya, kisah hidup memang bukan hal yang dapat diprediksi
sebelumnya tapi apakah ini sebuah kebetulan yang disengaja atau bahkan
sangat tidak disengaja, hahahahaha............ lalu saya berguman
"makanya jangan asal tulis cerita!" dan inilah cerita yang dimaksud.
(senja
begitu indah, matahari di kaki hangat sinarnya merah merona dengan
tebaran awan di sekitarnya. Di tepian sebuah danau bunga-bungan teratai
mekar meski tersembunyi dibalik
ilalang. Tak jauh dari tepian
danau sebuah kursi taman menghadap ke danau itu disebelahnya berdiri
tegak sebuah lampu taman berbentuk bulat. Di sisi lain sebuah bangku
taman
membelakangi danau mengahap ke arah lain. Dalam pada itu Rahma duduk di kursi
taman menghadap ke tepian danau dengan wajah yang tertunduk penuh kegelisahan. Sementara
gusti berdiri di tepian telaga membelakangi Rahma sambil menghisap rokok).
Rahma :
(mengangkat mukanya dan
seolah berbicara pada diri sendiri) “Meski kau tersembunyi di balik ilalang
kau tetap mempesonakan aku”.
Gusti :
“Kau berbicara seakan teratai sengaja menyembunyikan sesuatu
darimu (menghisap rokoknya sambil menatap
langit)”.
Rahma :
“Akan
tetap ku tunggu sampai tabir ilalang terbuka oleh riak air (penuh
keyakinan dan pengharapan meski masih ada ragu dalam ucapannya).
Gusti :
(menghampiri
Rahma lalu duduk di sampingnya dan berkata) “Serupa teratai mekar
dikala senja,tersembunyi bukan atas keinginan sendiri”
Rahma :
“Tersembunyi karena ia mekar saat senja tiba. Serupa apa yang
terjadi dalam jiwaku (bersandar di pundakGusti).
Hilman :
(berjalan menuju tepiantelaga sambil berkata) “gejolak jiwa tak perlu bersembunyi bila ia memang
ada maka biarkan dia mekar serupa teratai meski saat senja tiba”.
Rahma :
“Tetapi
mengapa ia harus hadir saat senja ? mengapa kasih itu datang pada saat
satu hati telah mengisi jiwaku ?” (menatap kearah Gusti yang berusaha
untuk tetap dingin).
Hilman :
“Tanyakan
pada hatinya, sebab kasih dan cinta datang tanpa harus memilih
waktu, ia seperti teratai yang kau lihat senja ini. (menoleh pada Rahma
dan Gusti)
(Sejenak suasana menjadi hening tanpa suara).
Gusti :
(beranjak dan berdiri melangkah ke tepian telaga).
Hilman :
(melangkah
meninggalkan tepian telaga dan kemudian duduk di bangku yang
membelakangi telaga dan ketikaberpapasan ia menepuk pundak Gustiseraya
berkata) ”jangan biarkan senja ini pergi begitu saja.”
Gusti :
(tersenyum dan kembali menghisap rokok).
Rahma :
“Berapa lama kau akan bertahan di sana tanpa jawaban ? (mencoba untuk tidak terbata-bata)
Gusti :
“Bila
harus aku berkata, jujur aku menyayangimu tapi kau bukan untukku
begitu pula dengan waktu (seakan melepaskan beban berat menghembuskan
asap rokok dari mulutnya)
Hilman :
“Setengah dari sebuah jawaban telah terdengar dengan jelas seperti langit dan rembulan yang merangkai temaram”.
Rahma :
(Tanpa mempedulikan Hilman) “Tapi sisi lain di jiwamu ada untukku meski diselimuti ragu”.
Gusti :
“Itu benar, tapi………
Taya :
“Tapi kau tetap ragu untuk membuka jiwamu meski pikir dan hatimu sebagian telah kau
berikan padanya” (masuk dan mendekati Gusti, menoleh pada Rahma)
Gusti :
(tersentak kaget tapi tetap berusaha untuk tenang )”lebih baik kubiarkan ia mengalir serupa air, waktu
memiliki caranya sendiri untuk menyatukan hati.
Hilman :
“Tapi perasaan dan cinta bukan air yang mengalir” (melangkah pergi)
Taya :
“Kau dengar ? Cinta bukanlah air yang mengalir” (menepuk pundak Gusti kemudian melangkah pergi).
Gusti :
(diam terpaku menatap langit).
Rahma :
(tertunduk dan menitikan air mata).
(suasana kembali hening tanpa suara tanpa percakapan diantara mereka, langit mulai berganti
warna, sementara lampu taman mulai menyala).
Gusti :
“Akankah ada sisi lain di jiwamu untukku” (melangkah mendekati Rahma dan duduk disampingnya)
Rahma : (meletakan kepala di pangkun Gusti) “ia akan tetap ada untuk mu”.
Gusti :
(Dengan lembut membelai rambut Rahma sambil menatap langit). “Jika saja tak harus samar tertutup
ilalang mungkin teratai akan lebih indah”
Rahma :
“Apa yang kau katakan bukanlah hal yang berbeda dengan pikiranku (mengangkat kepala seraya
menatap wajah Gusti diliputi rasa takut kehilangan).
Taya :
(Datang dan kembali duduk
di kursi membelakangi telaga/danau).
Gusti :
“Sebenarnya kita terjebak dalam alur yang sebenarnya tidak harus seperti ini (berdiri kemudian kembali
melangkah ke tepian telaga).
Rahma :
(Diam dan hanya mampu menatap Gusti dan menahan tangis).
Gusti :
“Kau menangis karena ……. (tidak tuntas berbicara karena Rahma semakin larut dalm tangisan dan berkata meskipun terbata-bata)
Rahma :
“Kau tau ? aku selalu menanti saat-saat seperti ini (tidak tuntas bicara)
Gusti :
“Saat kita lebih dalam terjebak dan mengingkari kenyataan ! (menerawang jauh dan tetap berdiri di sisi
telaga)
Taya :
“Lebih dalam terjebak dalam perangkap yang dibuat sendiri lebih sulit kau meninggalkannya.
Gusti :
(Tertunduk dan menghela nafas panjang seakan menyesal kemudian kembali menatap langit)
Rahma :
“Tapi itu kenyataan yang kita hadapi dan mampukah kita berdusta pada kenyataan ?
Gusti :
“Kenyataan yang seharusnya tidak terjadi ?”
Rahma :
“Apa mungkin ini seharusnya tidak terjadi nyatanya ini
benar-benar kenyataan yang harus kita hadapi.
Taya :
“Terjebak dan terkurung dalam perangkap lebih dalam bimbang tak berujung dalam pikiran
antara teman, sahabat dan kekasih atau apapun namanya.
Gusti :
“Kau menangis dan aku terluka oleh kenyataan “
Rahma :
Adakah ini sebuah dosa bila kau menyimpan separuh hatimu di sisi
lain jiwaku dan begitu pula sebaliknya aku”
Gusti :
“Dosa atau apapun namanya tak akan kembalikan malam ini hilang
tanpa kau di pelukanku (menghampiri Rahma kemudian duduk dan membelai rambut Rahma)
Rahma :
(Diam dalam pelukan Gusti dan memejamkan matanya).
Gusti :
“Malam ini kau dalam pelukanku tapi esok dia akan membawamu pergi. “
Rahma :
(mengangkat wajahnya dengan rasa sesal mendengar perkataan Gusti)
“akan selalu ada ruang di hatiku untukmu”
Gusti :
(menghela nafas panjang dan
beranjak kembali meninggalkan Rahma yang diam terpaku) “Pulanglah padanya
biarkan aku sendiri mencumbui bayangmu “
Rhama : (Terpaku dalam penantian yang tanpa kepastian)
Rahma :
“Jika
saja setiap kelopak mawar yang kau berikan dapat memberikan jawaban
yang lebih pasti” (menyentuh setiap kelopak mawar dengan jari jari
tangannya)
Gusti :
“Mungkin Kau benar tetapi bagaimana mungkin membagi pandangan ketika mawar dan teratai mekar dalam waktu yang bersamaan”.
Rahma :
“Tak pernah kuragukan kesetianmu dan kasih yang kau berikan… Aku hanya…
(Tidak tuntas bicara)
(Telaga hening dan semua terdiam Rahma tertunduk dan diam. Sesaat kemudian Hilman datang dan
berjalan di tepian telaga dan berkata )
Hilman :
“Seperti hari yang lalu, rembulan datang dalam gerimis, dan
langit tidak berganti rupa hanya mata kita saja yang tak mampu memandang dalam kegelapan”
Taya :
(Bangkit dan berdiri berjalan menghampiri
Hilman, pada saat mendekati Rahma ia berkata)” lupakan langkah terakhir
dalam hidupmu jelaskan padanya tentang apa yang kau rasakan sejak menatap
temayum
langit sore tadi, jangan kau biarkan rembulan kembali datang dalam
gerimis (berdiri di tepi telaga dan menerawang jauh ke cakrawala).
Rahma :
“Aku mencintainya lebih dari sekedar aku mencintai seseorang lebih dahulu mengisi
jiwaku begitu pun dengannya dan dia mengetahuinya dengan sepenuh hati”.
Hilman :
(menoleh ke arah Rahma) “Kenyataanya kalian saling mengasihi meski kalian tahu sendiri
tidak mungkin untuk bersatu”
Taya :
(pergi duduk di bangku yang membelakangi danau)
Hilman :
“Lalu apa yang akan kau lakukan dengan semua ini sebab semuanya
tidak akan terselesaikan hanya dengan tangisan’
Rahma :
(berdiri dan mendekati tepian danau lalu duduk di tanah sambil memetik ilalang dan
mempermainkannya) Kau temanku, dan kuau dia sahabatmu sejak dulu……”
Hilman :
“lalu Aapa maksudmu?”
Rahma :
“Kau mengetahui kami saling menjimpan kasih dalam jiwa kami. Aku dan dia serupa
belahan jiwa yang murni oleh kasih meski tak mungkin bersatu…”
Hilman :
“jadi…..?”
Rahma :
“Jangankau biarkan kami tarpisah …”
Hilman :
“kau gila … Mana mungkin itu bisa kulakukan”
Rahma :
(Pergi tanpa mempeduikan Hilman yang sesaat
diam terpaku)
(tepian danau terasa hening kembali beberapa saat kemudian Gusti datang dan berdiri di tepian danau)
Hilman :
“Kau lihat Dia pergi dan menagis saat kau tinggalkan”
Gusti :
“Dan itu yang akan terjadi jika dia meninggalkan aku”
Hilman :
“Itu karena Satu sisi di jiwamu telah kau berikan padanya
begitu pula dengan dia”
Gusti :
“tetapi bila aku harus terus bertahan dengan semua ini apa aku tidak akan menyakiti perempuan lain”
Hilman :
“ Pada sisi yan lain pula satu hati wanita jelas kau sakiti tapi
bila kau berkata tentang hati dan waktu maka waktu memilikicaranya sendiri
untuk menyatukan hati dan itu yang kau katakan padanya.”
Gusti :
(Melangkan duduk di bangku yang menghadap tepian danau)
Taya :
(Beranjak dari tempat duduknya dan melangkan kemudian duduk di dekat Gusti)
”satu sisi jiwamu berada dalam kebimbangan untuk
memilih dan yang lainya berada dalam ketegaran seorang lelaki meski itu kaupaksakan”
Himan :
“sesekali
dalam hidup, kita dihadapkan dalam pilihan meski itu menyakitkan tetapi
hiduptetap harus memilih meski cinta tidak seharunya jadi pilihan.”
(Beranjak pergi meninggalkan Gusti dalam kesendirian sementara itu Taya mengikuti Hilman seraya berkata)
Taya :
“Bertanyalah pada hatimu dengan sepenuh rasa di jiwamu dan jawablah dengan nurani dan logika jika
kau benar menyayanginya”
(Danau sepi malam semakin larut angin bertiup perlahan sementara Gusti diam dalan tannya
untuk mencari jawaban. Dalam pada itu Rahma kembali datang lalu duduk disampin
Gusti sesaat kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Gusti daann gusti membelai rambut rahma dengan penuh
kasih)
GIRILOKA ARYA. 050506
Tidak ada komentar:
Posting Komentar