Sedikit pengantar yang tersampaikan.
Ini adalah sebuah catatan
kecil tentang kehidupan yang erhasil saya rekam melalui kata-kaa yang teruntai
dalam larik dan bait. Serta semoga pada akhirnya pantas disebut sajak atau
puisi. Paling tidak ini mewakili semua yang terjadi dalam kehidupan sebagian orang dan mugkin
di dalamnya termasuk saya.
Gambaran pelbagai pikiran dan rupa-rupa kejadian yang berkumpul menjadi satu saya
masukan dalam catatan ini. Meskipun disadari atau tidak tetap tidak dapat
mewakili keseluruhan kehidupan manusia. Tetapi paling tidak saya telah berhasil memotret kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan. Akhirnya semoga catatan kecil ini dapat menjadi bahan bacaan yang mampu memikat hati paling tidak mengundang orang penasaran membacanya.
Giriloka Arya
BILA
Mati itu sunyi
Seperti desir angin
Mengusap dedaunan dalam
keringat malam
mata membagi duka
lewat irisan luka
lengking-lengking kesedihan
melesat menusuk sanubari
ini hati punya rasa telah mati
sisi lain telah bertepi
dalam dua pilihan kau berdiri
PASAI
Kemarin malam bulan dan bintang
Diperkosa angin yang memaksa
Tanpa suara
Hari ini bulan dan bintang
jadi bunting dan awan
serta hujan saling berbisik
bergunjing
Besok
Hari menjadi gelap
Sebab matahari mati berdiri
LEPAS
Surya
Sinar
Nestapa
Rembulan
Redup
Termangu
Senja
Tunduk
Mengantuk
Pagi
Berlari
SETRA
Perlahan jenuh menghalau suara
Dalam hatiku
Pikir menuntunku
Mengingat seraut wajah
Jalanan sunyi, angin lirih berbisik
Setra……
Ingatku menuntun khayal
Pada ikatan cerita berbalut nestapa
Rinduku tak sekedar
Menyebut namamu
Malamku dingain
Serupa senyum di bibirmu
Larik ini untukmu
SETRA
II
Malam
Lalu
Pelukan angin
Mendekap erat
Sunyi
Menikam duka
Sepi menusuk malam
Setra….kau di mana,
SETRA
III
Aku baca larik
Dalam sajakmu
Lalu aku diam
Dalam ucapmu
Setra……
Aku rindu menatap surga
Di matamu
Dan biarkan aku
Menggapainya.
SAJAK TIGA LARIK
LARIK PERTAMA AKU MEMUJI TUHANKU
LARIK KEDUA AKU TULIS NAMAMU
LARIK KETIGA KATAKU TAK BERSUARA
PERJALANAN SEPARUH MALAM
Telah separuh malam
Kucari jejak Tuhanku
Telah beratus jejak kususuri
Dalam sunyi
Dan kegelapan
Telah separuh malam
Ku tapaki jejak-jejak itu
Tak lekang kucari
Tuhanku
SAAT ITU
Duduk Sendiri
Menatapi waktu berlari
Diam terpaku
Memaknai kata tak bersuara
Tersenyum
Ikuti jejak lamunan
Telusuri alam mimpi
Menembus khayal tak berbatas
Tinggalkan semua luka
Tanggalkan semua sengsara
Tertawa dalam bayangan.
PERCAKAPAN MALAM
Bulan …. Itu
Tidak berganti rupa
Hanya mata kita saja
yang tak mampu memandang
dalam kegelapan
sia-sia saja
berkata pada logika
sebab dia punya rasa
telah lama lena dihujam
petaka kata-kata
Bulan itu
Tidak berganti rupa
Hanya langit yang berganti warna
ketika pagi menjelang
CEMPAKA
Lekatkan dalam hatimu
Bila tiga hari yang lalu
aku menunggumu
tapi kini
kupu-kupu juga
enggan menungguimu
harusnya kau tau itu
PASAI
Berdirilah pada
tumpuan di atas kakimu
serupa jelaga mengepul asap
itu pula hati dan pikir
kau punyai
HUA……..!
Dua muka
Satu kepala
Dalam cerita
Empat mata
Mulut merangkai dusta
_______________?
Bla………
____________________
______ ___________
____________ _______
_____________________
___________________________
____ _____________________
___________ _____________
________ _________ _______
Oh……………!
TERATAI
Seperti hari yang lalu
Matahari datang bersama gerimis
Senandung lirik laguku
Menggigil dalam sunyi
Yang mendekap dingin hatiku
Di sisi telaga
Aku menatap waktu yang lalu
Waktuku telah berlalu
Langkah membawaku pergi
Di sisi telaga teratai tertunduk
Menyesali waktu yang menuntunku
Meninggalkanmu
Seperti hari yang itu
Matahari pergi dalam geimis
LAKUKAN
Lupakan langkah terakhir
dalam hidupmu jelaskan padaNya
apa yang kau rasakan
sejak menatap matahari
pagi ini
jangan biarkan dirimu terjebak
dalam lingkaran perangkap
yang kau buat sendiri
waktu lalu
SEBAB KAPAS
Kapas putih
Tetapi rapuh
Kertas putih tetapi lusuh
Jiwa putih ?
Apa enar sujud bersimpuh ?
Hati keruh
Bisakah jadi putihatau
Setidaknya abu-abu saja
Sebab aku rindu pada
Tuhanku
JALADRI
Tak perlu bertanya lagi
Sebab tatap sudah berkata
Buat apa lagi suara
Bila hati saling memahami
Jaladri mipir asih
Gondewa mentang asmara
Hawa menebar suka
Pelita memancar surga
Cinta pancar buana
IV
Sebab hanya menatap
Aku hanya bisa berharap
Sebab hanya diam
Cinta ku harus terpendam
Sebab hanya mendamba
Hati hanya bisa memuja
Sebab hanya terpaku
Aku jadi termangu
Kau siksa aku
Tanpa suara
BUAT APA !
Anak hilang datang kembali
Dalam kembara rindu memandu
Siapa sangka
Jalan mengibar neraka
Pergi tak berpamit
Pulang menggusur masalah
Pergi saja biar kau lusuh
Sebab patah arang berbara
Walau darah itu satu sama
Tapi jiwa lain sukma beda raga
DUA X
Dua kali
Masa menunjang
Dua kali dua muka
Dusta menopang
Pergi juga kau memandang
Masa dulu tak pernah peduli
Sekarang kau datang
Mau apa ?
Muak aku……….!
Brag……?
Aku membawa ingatku
Pada sepuluh tahun yang lalu
Sempat terpikir untuk
Tidak mengingitmu
Tapi kau begitu dekat saat itu
Seperti
kejora dan rembulan
layaknya matahari dan sinarnya
tapi kini aku muak melihatmu
pulih aku membencimu
SUDAHLAH…..
Bila saja hujan membalikan
Siang menjadi malam
Apa jadinya matahari
Bila tetutup awan
Puas kau
Menyiksaku dalam
Penantian tak berujung
Atau memang hari-hari ini
Akan selalu sepi
SE BERAPA JARAK ANTARA AKU DAN TUANKU ?
Bertahan dalam waktu
Aku menulis sajak-sajakku
Meski bosan berkata-kata
Aku rindu menyebut namaMu
Jarak… meski sudah
terlalu jauh tapi hatiku
kembali pada\Nya
setiap kali kudengar namaMu
hatiku tergetar dan ingin
memelukMu
tapi entah kaki surut
melangkah sebab hati selalu
goyah
Aku rindu Tuhanku
Lho……/.!
Apa beda
Bertanya dan meminta
Kala datangnya bersamaan
Dalam satu perumpamaan
Yang kelewat abstrak,
Sejak menginjakkan kaki
Di bumi apa pernah kau
bertanya untuk apa ada
di sana
tidak.
Sama sekali tidak……
Tapi itu bukan urusanmu……..
AKUI SAJA.!
Kau datang dengan menangis
Antara hidup dan mati
Senyuman lekat di bibirnya
Meski terkulai lemas
Memandangmu
Kau datang tanpa celana
Hanya berbalut darah dan
Plasenta
Jadi …..
Seharusnya jangan
banyak bicara soal harta
sebab tak secuil pun kau bawa saat tiba di dunia
MANUSIA
Tujuh belas kali kau dalam sehari
Seharunya bersujud pada Nya
Bila Dia tak menghendakimu
Pasti tak pernaha ada
Tapi apa lakumu sekarang
Apa kepalamu terlalu berharga
Untuk kau lekatlan pada
lantai langit miliknya
Merasai diri paling atas
Memandang kecil orang di bawah sana
Padahal kau lebih kecil kala mereka menatapmu
Sadari itu
Jangan terlalu takabur….!
BIAR KUTEBAK MESKI TAK
BERJAWAB
Bulan tak pernah
Berwarna hitam pekat
Dan matahari entah
Apa warnanya
Tetapi laut dan langit
Begitu biru dan dedaunan
Sepertinya hijau meski
Bunga-bunga beraneka warna
Tapi satu sesalku
Tak pernah ku tau
Apa warna di hatimu
Meski aku mengenalmu….
SIAPA YA ?
SEPERTINYA AKU MENGENALAMU
TAPI KAPAN AKU MULAI MENGENALMU
RASA-RASANYA KITA PERNAH
BERTEMU TAPI ENTAH DIMANA
SEBAB AKU LUPA SIAPA AKU SEBENARNYA
DAN KENAPA JUGA AKU
MERASA MENGENALMU
PADAHAL SEINGATKU
AKU TAK INGAT APA-APA
TANYAKAN PADA NYA
Apa alasannya
Hari ini terasa begitu
Senyap,
Padahal banyak
Orang lalu lalang
Lagi pula pesta belum
Reda bergelora
Tapi mengapa
Hampa makna
Apa karena
Sunyi itu menikam suka
Atau pesta terbius duka..
APA MAU MU?
Kau itu siapa
Tiba-tiba datang dan membuntuti
Waktuku
Datangmu tanpa permisi
Meski pada hari yang
masih pagi
apa tak malu pada
matahari tiba-tiba
taburkan pesona
jangan harap
aku terpedaya
lupakan saja mimpimu itu.
SEMAUMULAH…..!
Apa yang kau tahu
Tentang semua yang dihadapamu
Jangan asal bicara
Sebab kau itu hanya berdusta
Simpan saja
semua kata-kata
jangan lagi kau mengucap
telingaku malu untuk mendengar
sebab tak pantas didengar
Kalau kau mau pergi
Ya pergilah…..
Jangan banyak bicara
Lakukan saja..!
SISI LAIN MENUNGGU
Jumat malam
Angin berhembus sedikit saja
Malam belum juga larut
Meskipun gelap terus
Bergelayut dalam hening
yang berkepanjangan
lelah menunggu
terkurung dalam penantian
panjang yang tak kunjung
datang menghampiri
selama ini menanti
atau memang terus seperti ini.
DI ANTARA ILALANG DAN MELATI
Tak harus selalu Cemara
yang berderai tertiup angin
Bila ilalang mampu bertahan
Dalam hempasan angin
Tak harus selalu mawar
Yang menebar wangi surgawi
Bila melati mulai bersemi
Menebar wangi aroma surga
LANGIT
MENUTUP REMBULAN TERTIUP ANGIN
Langit menutup rembulan
Yang tak lagi sempurna bulatnya
Dan entah kemana awan pergi
Berarak tertiup angin
Mestinya aku tau
Ketika tatap tajam matamu
Menikan sadarku betapa
Gemuruh dalam hatiku
Membuatku ragu untuk kembali
Menatap wajahmu
Kini ketika semua berlalu
Sesalku datang ketika waktu
Menuntunku meninggalkanmu
Langit menutup rembulan
yang tak sempurna bulatnya
Entah kemana awan pergi
Berarak tertiup angin
KAU ITU
Lalu
Apa benar kau
Mencintai aku…!
Sebab kulihat ada ragu
Yang begitu dalam bersemayam
Bila saja kau yakinkan aku
Dengan cara apa
Kau bicara
COBA TANYAKAN PADA-NYA
Lakukan sesuatu
Untuk menyingkap gelap
Agar temaram tersibak
Dan menjadi terang
Meskipun
Takan
Mudah untuk dilakukan
Dalam hitungan
Jarum yang berdetak
Seperti biasanya
Haya saja dalam
Kesendirian jiwa
Apa mungkin itu
Menjelma jadi nyata,
SEHARUSNYA TAK SEPERTI INI
Jika mlam ini
Berlau begitu saja
Lupakan pula setiap
Pengharapan yang kau tanamkan
Karena semuanya memang
Sia-sia tanpa guna
Tapi bila
Tidak juga hilang
Ketika membelakangi purnama
Dan berhadapan dengan
Kilatan keemasan di antara
Temaram
Jangan salahkan perasaan
Sebab dia tak tau apa-apa
PERBATASAN
Jalanan tanpa manusia
Pada ujung sebuah malam
Tertatih-tatih
berjalan menahan kantuk
dengan pakaian kuyup
oleh hujan yang turun
semalaman
rembulan pucat pasi
di hadapan matahari
yang datang dengan tangisan
di antara
senyuman yang dipaksakan
…………!
Katakan sesuatu
Tentang malam ini
Atau kau memang bisu
Mudah-mudahan tidak sama sekali
Jangan hanya diam
Dan berdiri di sisi
Berjalanlah ikuti
Jejak malam pergi
TERPATRI
PADA SATU SISI
Lalu
Aku bertanya
Tentang waktu yang telah
mana dilewati bersama
angin dihadapan ilalang
Tapi
Tanyaku hanya
Lalu seperti angin
Yang tertunduk ketika
Berhadapan dengan ilalang
Pikir sunyi
Membagi mahari
Dengan irisan kebencian
Pada sebuah luka
PECUNDANG
Rasa
Tak mesti terucap,
Lewat kebasan pena lebih bermakna
Walau rasa tak cukup hanya sekedar
Kata-ktaa
Angin memutar pikir
Cinta menusuk rasa
Namun kecewa ada sebab
Hati tak saling memberi
Meski rasa telah meminta
Benarkah pena menikam
Menusuk jiwa menghantam perasaan
Saturday kau di htiku
Meski cuma harap
Dan damba
nyatanya
SEHARUSNYA
KAU TAU
Kau pasti bisa menghitung
Berapa banyak juma yang jadi makna
Ketika memerah langit senja itu
Saat mengungkap kata
Menjadi makana,
mungkin kau tak bersuara
Pada helaan nafas yang kesekian kali
Pohonan gugurkan daunnya
Dan senja kali ini
Tak seperti hari yang lalu
Pikirku mengembara
Mencati ketika untuk
Kembali bersama
LEMBAYUNG
I
Senja membalut pertemuan kita
Dengan angin yang sedikit
Berhembus
Sementara
Lembayung mewarnai langit
Serupa rona di pipimu
Seketika itu pula
Kau curi rinduku
Hanya dengan senyuman di
Bibirmu
LEMBAYUNG
II
Hari itu
Berkali-kali angin menuntuku
Untuk menatapmu
Dan kau tau,
Telah kulihat surga di matamu
Kini
biarkan aku berjalan
untuk menggapainya
sebab rinduku tak sekedar
selalu menyebut namamu
LEMBAYUNG
III
Dalam dekapan senja
Teratai tertunduk dihembus
angin lalu
matahari kembali tenggelam
dalam pelukan lembayung
dan aku duduk termangu
memandang senyuman itu
Ilalang menari dalam pelukan
Angin meski sedikit ragu untuk
Membagi cerita dengan teratai
Yang tertunduk malu
FATALIS
MENATAP MALAM
DENGAN MATA YANG DIPAKSAKAN TERPEJAM
SAMA SEKALI BUKAN MENJADI
KEPUTUSAN UNTUK MEMILIH
LIUKAN ANGIN
MEMBURU KESENDIRIAN
DENGAN UCAPAN SELAMAT TINGGAL
BULAN SETENGAH SABIT
BINTANG TNPA KILAUAN
DAN LANGIT TERIRIS
KILATAN-KILATAN
GEMURUH MENITIKAN GERIMIS
DIANTARA CEMARA DAN RERUPUTAN KERING
YANG MENJADI LUSUH
Perbatasan
II
Tidak banyak hujan Yang turun ketika
Ufuk merona dan rembulan
Menjadi pucat pasi
Hanya ada Dedaunan kering yang
Menjadi basah dan ranting-ranting
yang semakin lapuk
sementara
lelaki berdiri memandangi kesunyian
dalam petikan dawai kecapi
diantara perasaan dan kenyataan yang
bertabrakan.
Untuk Bapak
(yang berpulang lima hari yang lalu)
Dalam tangis terakhir kutatap wajamu,
Dalam gerimis terakhir ku peluk engkau,
dalam sayatan perihnya luka kau pergi dengan sunyi. #03#2012#
Pelajaran Menyimak
banyak mendengar
sedikit menyimak
banyak menyimak
tidak menyimak
sedikit mendengar tidak mendengar
Pelajaran Menulis
banyak pakai tinta dan kertas
sedikit menulis
Banyak menulis
tidak menulis
sedikit pakai tinta dan kertas
awet tinta dan kertas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar