Minggu, 24 Juni 2012

Perbatasan Fatalis

Sedikit pengantar  yang tersampaikan.


Ini adalah sebuah catatan
kecil tentang kehidupan yang erhasil saya rekam melalui kata-kaa yang teruntai
dalam larik dan bait. Serta semoga pada akhirnya pantas disebut sajak atau
puisi. Paling tidak ini mewakili semua yang terjadi dalam kehidupan sebagian orang dan mugkin
di dalamnya termasuk saya.
Gambaran pelbagai pikiran dan rupa-rupa kejadian yang berkumpul menjadi satu saya
masukan dalam catatan ini. Meskipun disadari atau tidak tetap tidak dapat
mewakili keseluruhan kehidupan manusia.  Tetapi paling tidak saya telah berhasil memotret kemudian menuangkannya  dalam  bentuk tulisan.  Akhirnya semoga catatan kecil ini dapat menjadi bahan bacaan yang  mampu memikat  hati paling tidak mengundang orang penasaran membacanya.


Giriloka  Arya







BILA

Mati  itu sunyi
Seperti desir angin
Mengusap  dedaunan dalam
keringat malam

mata membagi duka
 lewat  irisan luka
lengking-lengking kesedihan
melesat menusuk sanubari

ini hati  punya rasa telah mati
sisi lain  telah bertepi
dalam dua pilihan  kau berdiri





PASAI

Kemarin malam  bulan dan bintang
Diperkosa  angin yang memaksa
Tanpa suara

 Hari ini bulan dan bintang
 jadi bunting dan awan
serta hujan saling berbisik
bergunjing

 Besok
 Hari menjadi gelap
Sebab matahari mati berdiri



LEPAS

 Surya
Sinar
Nestapa
Rembulan
Redup
Termangu
Senja
Tunduk
Mengantuk
Pagi
Berlari



SETRA

Perlahan jenuh menghalau suara
 Dalam hatiku
Pikir  menuntunku
Mengingat seraut wajah
Jalanan sunyi, angin lirih berbisik

Setra……
Ingatku  menuntun khayal
Pada ikatan cerita berbalut nestapa

Rinduku tak sekedar
Menyebut namamu

Malamku  dingain
 Serupa senyum di bibirmu

 Larik ini untukmu



SETRA
II

Malam
Lalu
Pelukan  angin
Mendekap erat

Sunyi
Menikam duka

Sepi  menusuk malam
Setra….kau di mana,




SETRA
III

Aku baca  larik
Dalam sajakmu
Lalu aku diam
Dalam ucapmu
Setra……
Aku rindu menatap surga
Di matamu
Dan biarkan aku
Menggapainya.    




 SAJAK TIGA LARIK

LARIK PERTAMA AKU  MEMUJI TUHANKU
LARIK KEDUA  AKU TULIS NAMAMU
LARIK KETIGA KATAKU TAK BERSUARA



 
PERJALANAN  SEPARUH MALAM

Telah separuh malam
Kucari jejak Tuhanku

Telah  beratus jejak kususuri
Dalam sunyi
Dan kegelapan

Telah separuh  malam
Ku tapaki jejak-jejak itu
 Tak lekang kucari
Tuhanku





SAAT  ITU


 Duduk Sendiri
Menatapi waktu berlari

Diam terpaku
Memaknai kata tak bersuara

Tersenyum
Ikuti jejak lamunan
Telusuri alam mimpi
Menembus khayal  tak berbatas

Tinggalkan semua luka
Tanggalkan semua  sengsara
Tertawa dalam bayangan.  


PERCAKAPAN MALAM

Bulan …. Itu
Tidak berganti rupa
Hanya mata kita saja
yang tak mampu memandang
 dalam  kegelapan

sia-sia saja
berkata pada logika
sebab  dia punya rasa
telah lama  lena dihujam
 petaka kata-kata

Bulan itu
Tidak berganti rupa
Hanya langit yang berganti warna
 ketika pagi menjelang




CEMPAKA

 Lekatkan dalam hatimu
 Bila tiga hari yang lalu
aku menunggumu

tapi kini
kupu-kupu juga
enggan menungguimu
harusnya kau tau itu 





PASAI

 Berdirilah pada
 tumpuan di atas kakimu
serupa jelaga mengepul asap
itu pula hati  dan pikir
kau punyai



HUA……..!


Dua muka
Satu kepala
Dalam cerita
Empat mata
Mulut merangkai dusta


_______________?

           Bla………
            ____________________
            ______     ___________
            ____________   _______
            _____________________

                        ___________________________
                        ____    _____________________
                        ___________       _____________
                        ________    _________   _______
                        Oh……………!



TERATAI

Seperti hari  yang lalu
Matahari datang bersama gerimis

 Senandung lirik laguku
Menggigil dalam sunyi
Yang mendekap dingin hatiku

Di sisi  telaga
 Aku menatap waktu yang lalu

Waktuku telah  berlalu
Langkah membawaku pergi

Di sisi telaga teratai tertunduk
Menyesali  waktu yang  menuntunku
Meninggalkanmu

Seperti hari yang itu
 Matahari pergi dalam geimis




LAKUKAN

 Lupakan langkah terakhir
dalam hidupmu jelaskan padaNya
apa yang kau rasakan
sejak menatap matahari
pagi ini
jangan biarkan dirimu terjebak
dalam lingkaran perangkap
yang kau buat sendiri
waktu lalu




SEBAB KAPAS

Kapas putih
Tetapi rapuh
Kertas putih tetapi lusuh

Jiwa putih    ?
Apa enar sujud bersimpuh          ?

Hati keruh
Bisakah jadi putihatau
Setidaknya abu-abu saja

Sebab aku rindu  pada
Tuhanku




JALADRI

 Tak perlu bertanya lagi
Sebab tatap sudah berkata
Buat apa lagi suara
Bila hati saling  memahami

Jaladri mipir asih
 Gondewa mentang asmara
Hawa menebar suka
 Pelita memancar surga
Cinta pancar buana



IV

Sebab hanya menatap
Aku hanya bisa berharap

Sebab hanya diam
 Cinta ku harus terpendam

Sebab hanya mendamba
Hati hanya bisa memuja

Sebab hanya terpaku
Aku jadi termangu

Kau siksa aku
Tanpa suara





BUAT  APA    !

Anak hilang datang kembali
Dalam kembara  rindu memandu

Siapa sangka
Jalan mengibar neraka
Pergi tak berpamit
Pulang menggusur masalah

Pergi saja biar kau lusuh
Sebab patah arang berbara
Walau darah  itu satu sama
Tapi jiwa lain sukma beda raga




 DUA   X

Dua kali
Masa menunjang

Dua kali dua muka
Dusta menopang

Pergi juga kau memandang
Masa dulu tak pernah peduli
Sekarang kau datang

Mau apa    ?
Muak aku……….!




Brag……?

Aku membawa ingatku
Pada sepuluh tahun yang lalu
Sempat terpikir  untuk
Tidak mengingitmu
 Tapi kau begitu dekat saat itu

Seperti
 kejora dan rembulan
layaknya matahari dan sinarnya
tapi kini aku muak melihatmu
pulih aku membencimu



SUDAHLAH…..

 Bila saja hujan membalikan
Siang menjadi malam
Apa jadinya matahari
Bila tetutup awan

Puas kau
Menyiksaku dalam
Penantian tak berujung

Atau memang hari-hari ini
Akan selalu sepi





SE BERAPA JARAK ANTARA AKU DAN TUANKU ?

Bertahan dalam waktu
Aku menulis sajak-sajakku
Meski bosan berkata-kata
Aku rindu menyebut namaMu

Jarak… meski sudah
terlalu jauh tapi hatiku
kembali pada\Nya

setiap kali kudengar namaMu
hatiku tergetar dan ingin
memelukMu

tapi entah kaki surut
 melangkah sebab hati selalu
goyah

Aku rindu Tuhanku





Lho……/.!

Apa beda
Bertanya dan meminta
Kala datangnya bersamaan
Dalam satu perumpamaan
Yang kelewat abstrak,

Sejak menginjakkan kaki
Di bumi apa  pernah kau
bertanya   untuk apa ada
di sana

tidak.
Sama sekali tidak……
Tapi itu bukan urusanmu……..




AKUI  SAJA.!

Kau datang  dengan menangis
Antara hidup dan mati
Senyuman lekat di bibirnya
Meski  terkulai lemas
Memandangmu

Kau datang tanpa celana
Hanya berbalut darah dan
Plasenta

Jadi …..
Seharusnya jangan
 banyak bicara soal harta
sebab tak secuil pun  kau bawa saat tiba di dunia




 MANUSIA

Tujuh belas kali  kau dalam sehari
Seharunya  bersujud pada Nya
Bila  Dia tak menghendakimu
Pasti tak pernaha ada

Tapi apa lakumu sekarang
Apa kepalamu terlalu berharga
 Untuk kau lekatlan pada
 lantai langit miliknya

Merasai diri paling atas
Memandang kecil orang  di bawah sana
Padahal kau lebih kecil  kala mereka menatapmu
 Sadari itu
Jangan terlalu takabur….!




BIAR KUTEBAK MESKI TAK
BERJAWAB

 Bulan tak pernah
Berwarna hitam pekat
Dan matahari entah
Apa warnanya

Tetapi laut dan langit
Begitu biru dan dedaunan
Sepertinya hijau meski
Bunga-bunga  beraneka warna

Tapi satu sesalku
Tak pernah ku tau
Apa warna di hatimu
Meski aku mengenalmu….


SIAPA YA    ?


SEPERTINYA AKU MENGENALAMU
TAPI KAPAN AKU MULAI MENGENALMU

 RASA-RASANYA KITA PERNAH
BERTEMU TAPI ENTAH DIMANA

SEBAB AKU LUPA  SIAPA AKU SEBENARNYA
DAN KENAPA JUGA AKU
MERASA MENGENALMU
PADAHAL SEINGATKU
AKU TAK INGAT APA-APA




TANYAKAN PADA NYA

 Apa alasannya
Hari ini  terasa begitu
Senyap,

Padahal banyak
Orang lalu lalang
Lagi pula pesta belum
Reda bergelora

Tapi mengapa
Hampa makna

Apa karena
Sunyi itu menikam suka
Atau pesta terbius duka..



APA MAU MU?


Kau itu siapa
Tiba-tiba datang dan membuntuti
Waktuku

Datangmu tanpa permisi
Meski pada hari yang
 masih pagi

apa tak malu pada
matahari tiba-tiba
taburkan pesona

jangan harap
aku terpedaya
lupakan saja mimpimu itu.




 SEMAUMULAH…..!


Apa yang  kau tahu
Tentang semua yang dihadapamu
Jangan asal bicara
Sebab kau itu  hanya berdusta

Simpan saja
semua kata-kata
jangan  lagi kau mengucap
telingaku malu untuk mendengar
sebab tak pantas didengar

Kalau kau mau pergi
Ya pergilah…..
Jangan banyak bicara
Lakukan saja..!




 SISI LAIN MENUNGGU

 Jumat malam
Angin berhembus sedikit saja
Malam belum juga larut
Meskipun gelap terus
Bergelayut dalam hening
yang berkepanjangan

lelah menunggu
terkurung dalam penantian
 panjang yang tak kunjung
datang menghampiri

selama ini menanti
atau memang terus seperti ini.



DI ANTARA ILALANG DAN MELATI


Tak harus selalu Cemara
 yang berderai  tertiup angin
Bila ilalang mampu  bertahan
Dalam hempasan angin

Tak harus selalu mawar
Yang menebar wangi surgawi
Bila melati mulai bersemi
Menebar wangi aroma surga




LANGIT
MENUTUP REMBULAN TERTIUP ANGIN

Langit  menutup rembulan
Yang tak lagi sempurna bulatnya
Dan entah kemana awan pergi
Berarak tertiup angin

Mestinya  aku tau
Ketika tatap tajam matamu
Menikan sadarku betapa
Gemuruh dalam hatiku
Membuatku ragu untuk kembali
Menatap wajahmu

Kini ketika semua berlalu
Sesalku datang ketika waktu
Menuntunku meninggalkanmu

Langit menutup rembulan
yang tak sempurna bulatnya
Entah kemana awan pergi
Berarak tertiup angin  




KAU ITU

Lalu
Apa benar kau
Mencintai aku…!

Sebab kulihat ada ragu
Yang begitu dalam bersemayam


Bila saja kau yakinkan aku
Dengan cara apa
Kau bicara



 

COBA TANYAKAN PADA-NYA

Lakukan sesuatu
Untuk menyingkap gelap
Agar temaram tersibak
Dan menjadi terang
Meskipun
Takan
 Mudah untuk dilakukan
Dalam hitungan
Jarum yang berdetak
Seperti biasanya
Haya saja dalam
Kesendirian jiwa
Apa mungkin itu
Menjelma jadi nyata,


 SEHARUSNYA  TAK SEPERTI INI

Jika mlam ini
Berlau begitu saja
Lupakan pula setiap
Pengharapan yang kau tanamkan
Karena semuanya memang
Sia-sia tanpa guna

Tapi bila
Tidak juga hilang
Ketika  membelakangi purnama
Dan berhadapan dengan
Kilatan keemasan di antara
Temaram
Jangan salahkan perasaan
Sebab dia tak tau apa-apa



PERBATASAN

Jalanan tanpa manusia
Pada ujung sebuah malam
Tertatih-tatih
 berjalan  menahan kantuk
 dengan pakaian  kuyup
oleh hujan yang turun
 semalaman
rembulan pucat pasi
di hadapan matahari
yang datang  dengan tangisan
di antara
senyuman yang dipaksakan




   …………!


Katakan sesuatu
Tentang malam ini
Atau kau memang bisu
Mudah-mudahan tidak sama sekali

Jangan hanya diam
Dan berdiri di sisi
Berjalanlah ikuti
Jejak malam pergi



TERPATRI
PADA SATU SISI


 Lalu
Aku bertanya
Tentang waktu yang  telah
 mana dilewati bersama
angin dihadapan ilalang

Tapi
Tanyaku hanya
Lalu seperti angin
Yang tertunduk ketika
Berhadapan dengan ilalang

Pikir sunyi
Membagi mahari
Dengan irisan  kebencian
Pada sebuah luka


 

PECUNDANG

Rasa
Tak mesti  terucap,
Lewat kebasan pena lebih bermakna
Walau  rasa tak cukup hanya  sekedar
Kata-ktaa

Angin memutar pikir
Cinta menusuk rasa
Namun kecewa ada sebab
Hati tak saling memberi
Meski rasa telah meminta

Benarkah pena menikam
Menusuk jiwa menghantam perasaan

Saturday kau di htiku
Meski cuma harap
Dan damba
nyatanya









SEHARUSNYA
KAU TAU

Kau pasti bisa menghitung
Berapa banyak juma yang  jadi makna
Ketika memerah langit senja itu

Saat mengungkap  kata
Menjadi makana,
 mungkin kau tak bersuara
Pada helaan nafas yang kesekian kali
Pohonan gugurkan daunnya
Dan senja kali ini
Tak seperti  hari yang lalu
Pikirku mengembara
Mencati ketika untuk
Kembali bersama



LEMBAYUNG
I

Senja membalut pertemuan kita
Dengan angin yang sedikit
Berhembus

Sementara
Lembayung mewarnai langit
Serupa rona di pipimu

Seketika itu pula
Kau curi rinduku
Hanya dengan  senyuman di
Bibirmu



LEMBAYUNG
II


Hari itu
Berkali-kali angin menuntuku
Untuk menatapmu

Dan kau tau,
Telah kulihat surga di matamu

Kini
 biarkan aku berjalan
untuk menggapainya

sebab rinduku tak sekedar
selalu menyebut namamu



LEMBAYUNG
III


Dalam dekapan senja
Teratai tertunduk dihembus
 angin lalu

matahari kembali tenggelam
 dalam pelukan lembayung
dan aku duduk termangu
memandang senyuman itu

Ilalang menari dalam pelukan
 Angin meski sedikit ragu untuk
Membagi cerita dengan teratai
Yang tertunduk malu


FATALIS

MENATAP MALAM
DENGAN MATA YANG DIPAKSAKAN TERPEJAM
SAMA SEKALI BUKAN MENJADI
KEPUTUSAN UNTUK MEMILIH

LIUKAN ANGIN
MEMBURU KESENDIRIAN
DENGAN UCAPAN SELAMAT TINGGAL

BULAN SETENGAH SABIT
BINTANG TNPA KILAUAN
DAN LANGIT TERIRIS
KILATAN-KILATAN
GEMURUH MENITIKAN GERIMIS
DIANTARA CEMARA DAN RERUPUTAN KERING
YANG MENJADI LUSUH


Perbatasan
II

Tidak banyak hujan Yang turun ketika
Ufuk merona dan  rembulan
Menjadi pucat pasi
Hanya ada Dedaunan kering yang
Menjadi basah dan ranting-ranting
 yang semakin lapuk

sementara
lelaki berdiri memandangi kesunyian
dalam petikan dawai kecapi
diantara perasaan dan kenyataan yang
bertabrakan.



Untuk Bapak
(yang berpulang lima hari yang lalu)

Dalam tangis terakhir kutatap wajamu,
Dalam gerimis terakhir ku peluk engkau,
dalam sayatan perihnya luka kau pergi dengan sunyi. #03#2012#




Pelajaran Menyimak

banyak mendengar
sedikit menyimak
banyak menyimak
tidak menyimak
sedikit mendengar tidak mendengar




Pelajaran Menulis

banyak pakai tinta dan kertas
sedikit menulis
Banyak menulis
tidak menulis
sedikit pakai tinta dan kertas
awet tinta dan kertas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar